Sumber Pangan Sehari-hari, Memahami Distribusi Perdagangan Beras di Indonesia

Memahami Distribusi Perdagangan Beras Di Indonesia

Sebagai sumber makanan pokok masyarakat tanah air, komoditi beras selalu menjadi sorotan. Tidak terkecuali, masalah distribusi perdagangan beras. Mulai dari titik produsen, hingga sampai ke tangan masyarakat di pelosok terpencil, alur distribusi perdagangan beras banyak mencuri perhatian. Sebelum membahas lebih dalam tentang alur distribusi beras di Indonesia, mari kita memahami pengertian dari distribusi perdagangan. 

Jadi, apakah distribusi perdagangan itu? Distribusi perdagangan termasuk dari salah satu kegiatan ekonomi yang ikut menghubungkan antara produksi dan konsumsi. Sehingga, barang bisa segera disalurkan dari produsen sampai ke tangan konsumen. Distribusi perdagangan juga berkaitan erat dengan peran dari para mediator yang terlibat di dalamnya, baik para distributor maupun para pedagang. Rantai distribusi mempunyai peranan penting dalam perekonomian masyarakat. Maka itu, rantai distribusi harus dapat terwujud secara efisien agar kegiatan penyaluran barang dari produsen ke konsumen dapat ditempuh dengan biaya yang serendah-rendahnya. 

Baca juga : Apa Itu Distribusi, Tujuan, Beserta Fungsinya Dalam Penjualan

Tantangan Distribusi Beras

482872 620
source : bisnis.tempo.co

Permasalahan rantai distribusi harus selalu diperhatikan, khususnya pada komoditas kebutuhan pokok seperti beras yang merupakan makanan pokok terpenting bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Beras tidak hanya sebagai makanan pokok saja melainkan sebagai sumber nutrisi penting dalam struktur pangan. Beras memberikan peran sampai dengan 45% total asupan gizi yang dibutuhkan manusia dan sekitar 80% sumber karbohidrat utama dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia. Untuk itu, aspek penyediaan dan distribusi beras menjadi hal yang sangat penting mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan menyebar di berbagai pulau yang ada. 

Jika dilihat dari sudut pandang produktivitas, meskipun saat ini diduga Indonesia memiliki potensi produksi yang cukup memadai, namun ada juga dugaan bahwa Indonesia mengalami masalah pada distribusi beras. Dugaan tersebut didasarkan dari disparitas harga yang cukup tinggi antara harga beras dari para produsen dengan harga beras di tingkat pengecer. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan bahwa melonjaknya harga beras terjadi bisa sampai tiga kali lipat di level konsumen, sehingga jauh lebih tinggi dibandingkan harga di level petani. Penyebab utamanya adalah panjangnya rantai distribusi komoditas pertanian seperti beras ini.

Gambaran Umum Perdagangan Komoditas Beras di Indonesia

Beras merupakan salah satu komoditas strategis yang berperan sangat penting terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Beras adalah pangan pokok utama bagi penduduk di Indonesia yang situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain. Dengan demikian, komoditas beras merupakan komoditas paling penting di Indonesia karena perannya sebagai makanan pokok yang dikonsumsi oleh mayoritas penduduk setiap hari sebagai asupan karbohidrat. 

Beras merupakan komoditas strategis yang sangat dominan dalam ekonomi Indonesia. Komoditas beras memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kebijakan moneter dan selalu menyangkut masalah sosial politik di Indonesia. Itulah sebabnya, ketersediaan beras dalam negeri harus selalu terpenuhi. Dalam perkembangannya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut banyak faktor yang mempengaruhi kestabilan atas ketersediaan dan harga beras. Misalnya faktor iklim, sistem logistik, keadaan pasar domestik, bahkan hingga faktor keadaan pasar beras secara internasional.

Baca juga : Mengenal Sistem Distribusi Yang Cepat Dan Efisien

Indonesia Terbesar ke-3 Dunia Mengonsumsi Beras

images
source : www.mitratoday.com

Di sisi lain, dari tahun ke tahun peningkatan konsumsi beras nasional makin terus bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Hingga saat ini, Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi beras terbesar ke tiga di dunia, dengan konsumsi nasional mencapai 21 miliar kilogram per tahun dan kebutuhan ini akan terus meningkat. Namun, Indonesia masih tetap merupakan negara importir beras karena para petani menggunakan teknik-teknik pertanian yang tidak optimal dan kurang perhatian dari pemerintah untuk pengembangan teknik pertanian yang lebih baik. Dampaknya bisa dilihat dari kontribusi petani kecil yang menyumbang sekitar 90% dari produksi total beras di Indonesia. Padahal, setiap petani memiliki lahan yang rata-rata kurang dari 0,8 hektar.

Keadaan ini sudah pasti menjadi tantangan nyata bagi pemerintah untuk terus menjaga stabilitas ketersediaan beras dan keterjangkauan harga di pasar. Tantangan lainnya dalam meningkatkan ketersediaan beras adalah keterbatasan lahan pertanian karena semakin banyak konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Belum lagi para petani masih mengalami degradasi sumber daya air, irigasi, turunnya tingkat kesuburan tanah, dan adanya gejala penurunan produktivitas.

Tingginya tingkat konsumsi beras di masyarakat perlu diimbangi dengan kemampuan produksi beras di Indonesia. Saat ini, sentra produksi padi di Pulau Jawa terpusat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Jumlah produksi beras dari ketiga provinsi tersebut mencapai 47,70 % persen dari total jumlah produksi beras secara nasional. Selain di Pulau Jawa, di luar Jawa terdapat sentra-sentra produksi beras juga terdapat di Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Lampung. 

Sebaran sentra produksi beras yang tidak merata mendorong setiap wilayah untuk berusaha memenuhi kebutuhannya dengan melakukan perdagangan antar wilayah. Wilayah non sentra produksi beras terpaksa harus membeli beras dari wilayah sentra produksi beras. Aktivitas perdagangan tersebut akhirnya membentuk rantai distribusi beras dari produsen penghasil beras hingga konsumen akhir.

Baca juga : Strategi Mendistribusikan Produk Baru Dan Memilih Strategi Yang Tepat

Perkembangan Distribusi Komoditas Beras di Indonesia

Distribusi merupakan kegiatan pemasaran untuk memperlancar atau mempermudah penyampaian barang dari produsen ke konsumen yang bertujuan penggunaan produk akan sesuai yang diperlukan. Dalam aktivitas distribusi, harus terjadi keserasian antara jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat yang dibutuhkan. 

Beras mempunyai pola dan perkembangan distribusi tersendiri yang memberikan nilai tambah bagi pelaku usahanya. Saat ini perkembangan dan pola distribusi beras dinilai masih bermasalah dilihat dari adanya disparitas harga yang tinggi antara harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen. Apalagi untuk harga di tingkat konsumen di wilayah yang jaraknya lebih jauh dengan sentra produksi.

  • Sumatera dan Jawa

Distribusi beras di Pulau Sumatera hampir sebagian merupakan hasil produksi beras di wilayah sendiri, sehingga proses jual-beli beras bisa dalam provinsi atau antar provinsi di dalam wilayah Pulau Sumatera. Berbeda dengan pendistribusian beras di Pulau Jawa yang sebagian besar pendistribusiannya berasal dari dari Pasar Induk Beras Cipinang DKI Jakarta. Padahal, Pulau Jawa merupakan sentra produksi yang berperan sebagai sentra perdagangan beras terbesar di Indonesia. Di Provinsi Banten, beras banyak dipasok dari Lampung dan daerah sekitar Pulau Jawa. 

Selanjutnya, beras tersebut diperdagangkan untuk wilayah Banten sendiri. Di DKI Jakarta, beras dipasok dari Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selain itu, DKI Jakarta masih memasok beras impor dari Vietnam atau beras premium dari Amerika Serikat. Untuk provinsi Jawa Barat pasokan beras berasal dari hasil produksi di dalam wilayah Provinsi sendiri dan sebagian kecil berasal dari provinsi sekitarnya yang berada di Pulau Jawa. Sedangkan distribusi perdagangan beras di Provinsi Jawa Tengah lebih banyak menerima pasokan dari provinsi sekitar Pulau Jawa dan pasokan beras impor dari India. Beras tersebut kemudian diperdagangkan dengan jalur distribusi di sekitar Pulau Jawa, Maluku, dan Kalimantan Selatan. 

Untuk Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Timur, beras yang dipasok sebagian besar berasal dari daerah sendiri atau dari Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk Provinsi, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, pasokan beras dari jalur distribusi beras Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian kecil berasal dari daerah sendiri. 

  • Kalimantan, Sulawesi, Maluku & Papua

Di Pulau Kalimantan yang cukup luas wilayahnya justru memiliki pasokan beras sendiri yang relatif sedikit. Sebagian besar pasokan beras berasal dari Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan yang kemudian diperjualbelikan di dalam provinsi atau antar provinsi yang di Pulau Kalimantan. 

Tidak berbeda jauh dengan Pulau Kalimantan, pasokan beras di Pulau Sulawesi relatif sedikit sehingga cenderung membeli dari Jawa Barat dan Jawa Timur kemudian ke setiap Provinsi di pulau Sulawesi. 

Untuk wilayah di Kepulauan Maluku dan Papua, pasokan beras terbesar berasal dari Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sulawesi Selatan yang kemudian diperdagangkan di wilayah masing-masing. 

Baca juga : Manfaat DMS Pada Manajemen Sistem Distribusi Di Era Teknologi 4.0

Pola Jalur Distribusi Perdagangan Beras

  • Dari perkembangan distribusi komoditas beras di Indonesia, bisa diketahui bahwa distribusi beras dari produsen sampai ke konsumen akhir melibatkan beberapa pelaku usaha perdagangan. Beberapa di antaranya yaitu importir, pedagang pengepul, distributor, sub distributor, agen, pedagang grosir, supermarket/swalayan, dan pedagang eceran.
  • Dari beberapa pelaku dagang tersebut, beras beras didistribusikan ke konsumen akhir yang terdiri dari industri pengolahan, rumah tangga, pemerintah, dan lembaga nirlaba. Selain itu, beras juga didistribusikan untuk kegiatan usaha lain seperti seperti hotel, restoran, rumah sakit, dan lain sebagainya. Tapi, tidak jarang didapati ada produsen yang menjual beras langsung ke konsumen akhir, tanpa melalui pedagang besar maupun pedagang eceran.

Berdasarkan data Center for Indonesian Policy Studies, produsen beras di Indonesia sebagian besar menjual hasil produksinya ke pedagang grosir (37%), ke pedagang eceran (20%), ke pedagang pengepul (11%) persen, ke agen (10%), dan sisanya dijual ke pedagang besar lain dan dijual langsung ke konsumen akhir. 

  • Dari pedagang grosir, sebagian besar beras dijual ke pedagang eceran, dijual ke pedagang grosir sebesar, atau dijual langsung ke konsumen akhir. Target pasar dari pedagang grosir yaitu industri pengolahan, pemerintah, lembaga nirlaba, dan beberapa kegiatan usaha lain. Selanjutnya, pedagang eceran mendistribusikan sebagian besar berasnya untuk konsumsi rumah tangga.

Dari kondisi ini, secara umum pola utama distribusi perdagangan beras di Indonesia adalah produsen, pedagang grosir, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Rantai distribusi perdagangan beras tersebut dibentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir dengan melibatkan dua pendistribusi. Namun, pola distribusi beras masih bisa menjadi enam titik, yaitu: 

Panjangnya Mata Rantai Distribusi Beras di Indonesia

  1. Petani menjual beras ke pedagang pengepul.
  2. Kemudian, dari pengepul beras dijual ke distributor.
  3. Selanjutnya, distributor mendistribusikan beras ke agen beras.
  4. Dari titik agen, beras akan dijual ke pedagang grosir dan retail.
  5. Beras yang ada di pedagang grosir/ pedagang eceran/supermarket dijual ke konsumen akhir. 
  6. Beras dibeli oleh konsumen akhir.

Atau,

  1. Petani menjual beras ke pengepul atau tempat penggilingan padi.
  2. Pedagang grosir berskala besar yang punya gudang beras berskala besar.
  3. Dari pedagang grosir, kemudian beras dijual lagi ke para pedagang grosir di tingkat provinsi atau antar pulau. 
  4. Oleh para pedagang grosir, beras dijual ke agen.
  5. Di tingkat agen, beras dijual ke toko, swalayan, atau pedagang retail.
  6. Beras sampai di konsumen akhir. 

Dampak Pendistribusian Beras Terhadap Tingkat Harga

Karakteristik pendistribusian dan pemasaran komoditas beras tergolong unik karena akan sangat tampak berbeda dengan produk-produk industri dan jasa lainnya. Maka dari itu, tidak salah jika pemerintah Indonesia menerapkan langkah perlindungan terhadap petani sebagai produsen padi dan beras.

Pemerintah sangat berkepentingan dalam mengendalikan stabilitas pasokan dan harga beras melalui kebijakan gabah/beras baik yang bersifat protektif maupun yang bersifat promotif. Semua bisa memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kesejahteraan para petani. 

Baca juga : Peran Distributor Dalam Strategi Bisnis Distribusi

Pada kondisi tertentu, intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga beras sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi distribusi dan pemasaran beras sekaligus meningkatkan kapasitas produksi beras dalam negeri. Dengan demikian, maka Indonesia akan memiliki tingkat ketahanan pangan dan mampu mendorong perekonomian di wilayah pedesaan. 

Kebijakan perdagangan, pendistribusian, dan harga merupakan strategi yang paling umum dilakukan, khususnya untuk memberi stimulasi yang lebih baik, Selain itu, kebijakan yang dibuat akan sangat berguna untuk mengendalikan arah pembangunan ekonomi suatu negara. Ada banyak kebijakan perdagangan dan harga yang perlu dipertimbangkan, misalnya kebijakan tarif, kuota impor, lisensi impor, subsidi ekspor, aturan kepabean, dan stabilisasi harga. 

Permasalahan Distribusi Beras

download
source : www.nasionalisme.co

Permasalahan distribusi, perdagangan, dan harga komoditas beras pada dasarnya meliputi cara menerjemahkan permintaan dari konsumen kepada produsen. Selain itu, perlu tindakan untuk menginformasikan produk dari produsen kepada konsumen beserta penyaluran produk dan jasa-jasa pemasaran dari produsen kepada konsumen. Semua itu diperlukan agar terjadi keselarasan dalam proses distribusi dan pemasaran terhadap adanya dinamika permintaan pasar dan preferensi konsumen. Efektivitas kebijakan stabilisasi harga beras seharusnya ditentukan oleh tersedianya informasi yang lengkap mengenai volatilitas harga komoditas beras. 

Pemenuhan kebutuhan dan stabilitas harga beras merupakan isu yang selalu relevan dari waktu ke waktu karena beras merupakan pangan pokok yang tidak bisa dihindari oleh mayoritas penduduk Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan tersebar di ribuan pulau menjadikan permasalahan beras bukan hanya pada jumlah ketersediaan dan harga saja, tapi jauh lebih kompleks lagi termasuk masalah keberagaman kualitas, jenis produk beras, dan cara pendistribusian beras. 

Salah satu permasalahan pokok yang menjadi penghambat dalam kebijakan stabilisasi harga beras adalah banyaknya pihak yang terlibat dalam alur distribusi yang tidak mungkin membuat kebijakan dalam satu harga (single price).

Baca juga : Memulai Bisnis Distribusi, Yuk Persiapkan Hal Penting Ini

Harga secara umum mempunyai peranan penting dalam proses pengambilan keputusan pelanggan. Peranan alokasi dari harga akan membantu para konsumen atau pelanggan untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan, tentunya atas dasar kekuatan daya belinya. Harga juga telah memainkan peranan yang sangat penting bagi perekonomian secara makro, konsumen, dan perusahaan. Bagi perekonomian, harga sebuah produk bisa mempengaruhi tingkat upah, sewa, bunga, laba, dan faktor produksi seperti tenaga kerja, modal, dan kewirausahaan. Bagi konsumen, harga bisa menjadi salah satu hal yang pertimbangan ketika akan membeli suatu produk. Sedangkan bagi perusahaan, harga merupakan salah satu unsur pemasaran yang bisa mendatangkan pendapatan.

Baca juga : Distribusi Menjadi Masalah Besar Di Negara Kepulauan

Penerapan Kebijakan Harga Beras

Namun, begitu pentingnya peran harga, akan lain jika diaplikasikan kepada bahan pokok seperti beras karena konsumen akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya, meskipun dengan harga yang sedikit tidak wajar. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan, yaitu berupa harga dasar dan harga maksimum. 

Harga dasar ditujukan untuk melindungi petani sebagai produsen dari jatuhnya harga gabah atau padi saat panen raya. Sedangkan harga maksimum ditujukan untuk melindungi konsumen terutama, dari lonjakan harga beras saat musim paceklik. Konsep harga dasar selanjutnya disesuaikan menjadi Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP) mulai tanggal 1 Januari 2002. Namun, dasar tersebut diubah menjadi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pada tahun 2005.

Konsep harga maksimum tersebut kemudian dituangkan dalam kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017. Esensi dari penerapan HPP adalah untuk memberikan insentif bagi petani padi dengan cara memberikan jaminan harga di atas harga keseimbangan. Dengan demikian, petani masih tetap mendapatkan untung yang wajar terutama pada saat panen raya. 

Baca juga : SFA / Sales Force Automation Solusi Bisnis Distribusi

Melalui kebijakan HPP pemerintah mengharapkan produksi padi bisa ditingkatkan agar kebutuhan pasokan dalam negeri bisa tersedia. Selain itu, diharapkan akan tercipta stabilitas harga beras di pasaran, serta meningkatkan pendapatan petani padi. Kebijakan penetapan HPP beras yang dilakukan selama ini juga agar konsumen mendapatkan harga yang wajar meskipun banyak pihak yang terkait dalam alur dan pola distribusinya.

***

Kemudahan dalam distribusi barang seperti beras, sebagai salah satu komoditi utama perdagangan Indonesia bisa didapat dengan menerapkan teknologi modern untuk para distributor. Nikmati fitur dan kemudahan aplikasi SimpliDOTS yang berbasis Cloud untuk industri distribusi barang sekarang juga. Klik link ini untuk mendapatkan akses FREE Trial!

Bagikan Artikel ini via

Artikel Terkait